Selasa, 05 Oktober 2010
Mayat Pemabuk yang Diampuni Dosanya
Alkisah, seorang perempuan yang baru ditinggal mati suaminya terlihat gundah dan bingung. Dia bingung karena tidak ada seorang pun yang mau mengurus jenazah suaminya. Para tetangga tak mau tahu akibat perbuatan buruk suaminya yang pemabuk pada mereka.
Dalam kebingunan, ia menyewa orang untuk memikul jenazah tersebut dan membawanya ke mushola. Tapi, sungguh malang karena tidak ada jua yang mau mengerjakan sholat jenazah. Stres karena tidak ada yang mau mengurus jenazah suaminya, si istri kemudian menyuruh para pemikul sewaannya untuk membawa jenazah ke gurun pasir.
Sesampainya di gurun pasir, matanya tertambat pada sesosok lelaki yang sepertinya sedang menunggu sesuatu. Mujur, ternyata lelaki itu memang sedang menunggu dirinya dan mayat suaminya. Dia ternyata adalah seorang alim yang hendak menshalati suaminya.
Kabar sang alim mau menyolati mayat ahli mabuk langsung menyebar ke penduduk desa. Mereka pun berbondong-bondong mendatangi gurun untuk melihat hal gerangan apa yang terjadi. Mereka ingin tahu jawaban mengapa sang sufi mau menshalati mayat yang mereka benci tersebut.
Sesampainya di depan sang alim, perwakilan penduduk mengungkapkan penasarannya kepada sang alim. Sang alim pun berkata, “Suatu malam aku bermimpi diperitahkan oleh Allah untuk menuju ke tempat ini, dimana jenazah dan istrinya ini berada. Karena sesungguhnya Allah telah mengampuni dosa-dosanya”. Mendengar penjelasan sang alim itu, para penduduk semakin bingung.
Mereka pun ganti bertanya kepada istri mayat pemabuk itu, apa amal suaminya sehingga Allah berkenan menghapus dosa-dosanya. Seakan sedang berpikir sejenak, istrinya pun lantas menjawab, “Seperti yang kalian ketahui, suamiku adalah seorang pemabuk dan sering menginap di tempat pelacuran.” Tapi, ada tiga amal yang sempat dilakukannya semasa hidup. Pertama, setiap subuh saat bangun dari mabuk, dia berganti pakaian lalu berwudlu dan sholat berjamaah. Kedua, di rumah kami pasti ada satu atau dua anak yatim. Suamiku amat menyanyangi mereka sampai melebihi kasih sayangnya pada anak sendiri. Bahkan, dia begitu merasa kehilangan terhadap anak-anak yatim itu. Ketiga, di tengah malam sering dia menangis menyesali perbuatan buruknya, seraya meratap, Wahai Tuhan! Di sudut jahanam mana akan Kau jebloskan pendosa seperti aku ini?”
Demikianlah, kisah ini memberikan pelajaran betapa amal menyayangi anak yatim sangat tinggi nilainya di hadapan Allah. Semoga kita dapat menirunya sebagai kebaikan untuk menggapai ridlo-Nya. Amien..
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar