Selasa, 22 Mei 2012

Kejayaan Kesultanan Demak



Masa Sultan Fatah (1478 M – 1518M)
Kesultanan Demak didirikan oleh para wali (Wali Songo) dan dijadikannya Kadipaten Bintoro sebagai pusatnya kekuasaannya. Sunan Giri dipercaya untuk meletakan dasar-dasar negara masa perintisan. Setelah 40 hari, Sunan Giri menyerahkan tampuk kepemimpinan Islam kepada Raden Fatah. Penobatan Raden Patah menjadi Sultan Bintoro jatuh pada tanggal 12 Rabiulawal atau 12 Mulud Tahun 1425 Saka atau dikonversikan menjadi 28 Maret 1503.

Menurut catatan pada tahun 1515 Kesultanan Bintoro sudah memiliki wilayah yang luas dari kawasan induknya ke barat hingga Cirebon. Pengaruh Demak terus meluas hingga meliputi Aceh yang dipelopori oleh Syeh Maulana Ishak (Ayah Sunan Giri). Kemudian Palembang, Jambi, Bangka yang dipelopori Adipati Aryo Damar (Ayah Tiri Raden Patah) yang berkedudukan di Palembang; dan beberapa daerah di Kalimantan Selatan, Kotawaringin (Kalimantan Tengah). Menurut hikayat Banjar, diceritakan bahwa masyarakat Banjar dulu yang meng-islam-kan adalah penghulu Demak Bintoro dan yang pertama kali di-islam-kan adalah Pangeran Natas Angin. Di daerah Nusa Tenggara Barat perkembangan agama Islam dipelopori oleh Ki Ageng Prapen dan Syayid Ali Murtoko, adik kandung Sunan Ampel yang berkedudukan di Bima.

Masa Adipati Unus (1518 M – 1521M)
Pada tahun 1518 Raden Patah, Sultan Demak I bergelar Alam Akbar Al Fattah mangkat, beliau berwasiat supaya mantu beliau Pati Unus diangkat menjadi raja Demak berikutnya. Maka diangkatlah Pati Unus atau Raden Abdul Qadir bin Yunus, Adipati wilayah Jepara yang garis nasabnya adalah keturunan Arab dan Parsi menjadi Sultan Demak II bergelar Alam Akbar At-Tsaniy.

Tahun 1512 giliran Samudra Pasai yang jatuh ke tangan Portugis. Hal ini membuat tugas Pati Unus sebagai Panglima Armada Islam tanah jawa semakin mendesak untuk segera dilaksanakan. Maka tahun 1513 dikirim armada kecil, ekspedisi Jihad I yang mencoba mendesak masuk benteng Portugis di Malaka tapi gagal dan balik kembali ke tanah Jawa. Kegagalan ini karena kurang persiapan menjadi pelajaran berharga untuk membuat persiapan yang lebih baik. Maka direncanakanlah pembangunan armada besar sebanyak 375 kapal perang di tanah Gowa, Sulawesi yang masyarakatnya sudah terkenal dalam pembuatan kapal.
Memasuki tahun 1521, ke 375 kapal telah selesai dibangun, maka walaupun baru menjabat Sultan selama 3 tahun Pati Unus tidak sungkan meninggalkan segala kemudahan dan kehormatan dari kehidupan keraton bahkan ikut pula 2 putra beliau (yang masih sangat remaja) dari pernikahan dengan putri Raden Patah dan seorang putra lagi (yang juga masih sangat remaja) dari seorang seorang isteri,anak kepada Syeikh Al Sultan Saiyid.

Armada perang Islam siap berangkat dari pelabuhan Demak dengan mendapat pemberkatan dari Para Wali yang dipimpin oleh Sunan Gunung Jati. Armada perang yang sangat besar untuk ukuran dulu bahkan sekarang. Dipimpin langsung oleh Pati Unus bergelar Senapati Sarjawala yang telah menjadi Sultan Demak II. Dari sini sejarah keluarga beliau akan berubah, sejarah kesultanan Demak akan berubah dan sejarah tanah Jawa akan berubah.
Armada perang Islam yang sangat besar berangkat ke Malaka dan Portugis pun sudah mempersiapkan pertahanan menyambut Armada besar ini dengan puluhan meriam besar pula yang mencuat dari benteng Malaka. Kapal yang ditumpangi Pati Unus terkena peluru meriam ketika akan menurunkan perahu untuk merapat ke pantai. Ia gugur sebagai Syahid karena kewajiban membela sesama Muslim yang tertindas penjajah (Portugis) yang bernafsu memonopoli perdagangan rempah-rempah. Sebagian pasukan Islam yang berhasil mendarat kemudian bertempur dahsyat hampir 3 hari 3 malam lamanya dengan menimbulkan korban yang sangat besar di pihak Portugis, karena itu sampai sekarang Portugis tak suka mengisahkan kembali pertempuran dahsyat pada tahun 1521 ini.

Sultan Trenggono (1521M – 1546M)
Paska meninggalnya Adipati Unus di Malaka, terjadi kegaduhan di Kesultanan Demak. Terjadi perebutan kekuasaan antara dua adik Adipadi Unus, yaitu Raden Kikin (Pangeran Sedo Lepen) dan Raden Trenggono. Pangeran Mukmin, anak tertua Raden Trenggono mengirim orang untuk membunuh Raden Kikin. Raden Trenggono pun akhirnya naik tahta, menobatkan dirinya sebagai Sultan.

Pada masa Kasultanan Demak diperintah oleh Sultan Trenggono, wilayah nusantara benar-benar dapat dipersatukan kembali. Terlebih lagi dengan adanya Fatahillah, Putera Mahkota Sultan Samodera Pasai yang menjadi menantu Raden Patah. Dialah yang berhasil mengusir orang-orang Portugis dari kota Banten dan berhasil menyatukan kerajaan Pasundan yang sudah rapuh. Dengan demikian, seluruh pantai utara Jawa Barat sampai Panarukan Jawa Timur (1525-1526) dikuasai oleh Kasultanan Bintoro. Sementara itu Kediri takluk pada tahun 1527, kemudian diikuti oleh kawasan yang ada di pedalaman. Sampai akhirnya Blambangan yang letaknya berada di pojok tenggara Jawa Timur menyerah tahun 1546.

Sejarah Berdirinya Kesultanan Demak



Tanggal 28 Maret 1503 dianggap sebagai awal berdirinya Kesultanan Demak karena merujuk pada momen penobatan Raden Patah menjadi Sultan Bintoro yang jatuh pada tanggal 12 Rabiulawal atau 12 Mulud Tahun 1425 Saka (dikonversikan menjadi 28 Maret 1503).

Kesultanan Demak Lahir pada saat Kerajaan Nusantara Majapahit berada pada masa kemundurannya. Sebagaimana banyak dijelaskan oleh berbagai literatur, sepeninggal Raja Hayam Wuruk (1389), Kerajaan Majapahit terpuruk karena pertikaian, pemimpin yang kurang cakap, serta wibawa yang kurang. Pada tahun 1478 ini Dyah Kusuma Wardhani dan suaminya, Wikramawardhana, pengganti Hayam Wuruk, mengundurkan diri dari tahta Majapahit. Kemudian mereka digantikan oleh Suhita. Pada tahun 1405, Wirabumi, anak dari selir Hayam Wuruk, berusaha untuk menggulingkan kekuasaan sehingga pecah Perang Paregreg (1479-1484). Pemberontakan Wirabumi dapat dipadamkan, namun Majapahit telah terlanjur menjadi lemah dan daerah-daerah kekuasaannya berusaha untuk memisahkan diri.

Pada saat kerajaan Majapahit mengalami masa surut, wilayah-wilayah kekuasaannya mulai memisahkan diri. Kadipaten-kadipaten saling serang dan saling mengklaim sebagai pewaris tahta Majapahit. Namun, dari sekian pemimpin wilayah yang bergolak, arus kekuasaan mengerucut pada dua adipati, yaitu Raden Patah (Bintoro Demak) dan Ki Ageng Pengging (Pengging, Boyolali). Sementara Raden Patah mendapat dukungan dari Walisongo, Ki Ageng Pengging mendapat dukungan dari Syech Siti Jenar.

Dalam serat Darmogandul, Sunan Giri (Raja Giri Kedaton) bersama Sunan Bonang yang tergabung dalam Majlis Dakwah Wali Sanga, memprovokasi Raden Patah agar merebut tahta kerajaan Majapahit yang dikuasai ayahnya, Prabu Brawijaya V. Alasanya kala itu adalah, karena penguasa Majapahit, dianggap kafir karena memeluk agama Budha.

Dalam Babad Demak dikisahkan, ketika panglima tentara Islam Sunan Ngudung meninggal dalam peperangan dengan Majapahit, Sunan Bonang yang bertindak sebagai Panglima tertinggi Angkatan Perang Islam mengangkat Sunan Kudus, putra Sunan Ngudung, sebagai panglima perang menggantikan ayahandanya. Dalam penunjukan itu, Sunan Kudus akan didampingi oleh Sunan Giri dalam penyerangan ke Majapahit beserta para wali lainnya.

Sunan Giri tidak saja mengirimkan pasukannya dari Giri Kedaton tetapi juga dialah yang memerintahkan Bupati Sumenep, Pamekasan, Balega dan Panaraga agar mengerahkan tentaranya ikut dalam barisan Islam. Dalam peperangan itu pasukan Islam mendapat kemenangan besar. Majapahit akhirnya tercerai-berai dan Prabu Brawijaya melarikan diri.

Para wali kemudian memproklamasikan berdirinya Kesultanan Demak dan diputuskan Bintoro sebagai pusatnya. Sunan Giri dipercaya untuk meletakan dasar-dasar negara masa perintisan. Setelah 40 hari, Sunan Giri menyerahkan tampuk kepemimpinan Islam kepada Raden Fatah, Adipati Demak Bintoro yang juga putera Raja Majapahit, Brawijaya Kertabhumi.

Sejarah Geografis Demak Bintoro

Demak sebelumnya merupakan daerah yang dikenal dengan nama Bintoro atau Gelagahwangi yang merupakan daerah di bawah kekuasaan Majapahit. Dalam Babat Tanah Jawi, tempat yang bernama Demak mulai dikenal ketika Raden Patah diperintahkan oleh gurunya (Sunan Ampel) agar merantau ke Barat dan bermukim di sebuah tempat yang banyak terdapat tanaman Gelagah Wangi, letaknya di Muara Sungai Tuntang yang dijelaskan sumbernya (hulunya) berada di lereng Gunung Merbabu (Rawa Pening).

Banyak tafsir yang menjelaskan tentang asal kata Demak. Namun, tampaknya yang paling bisa diterima adalah dari Hamka dan Sholihin. Prof.DR. Hamka menafsirkan kata Demak berasal dari bahasa Arab “dama’” yang artinya mata air. Sementara, penulis Sholihin Salam menyatakan bahwa Demak berasal dari dari kata “dzimaa in” yang berarti sesuatu yang mengandung air (rawa-rawa). Memang faktanya, bahwa Demak memang banyak mengandung air, karena banyak rawa dan tanah payau, serta tebat (sebangsa telaga tempat air tertampung).

Pusat Kota Demak dahulu sebelum abad ke-16 berada di tepi laut. Karenanya, Demak pernah menjadi pelabuhan laut yang besar. Hal ini diyakinkan oleh beberapa tulisan ahli asing (Belanda) yaitu De Graaf dan Dames. Menurut De Graaf dan Th. Pigeaud (1974), dalam “De Eerste Moslimse Voorstendommen op Java” –Martinus Nijhoff), letak Demak cukup menguntungkan bagi kegiatan perdagangan maupun pertanian. Hal ini disebabkan karena Selat Muria –dalam buku “The Soil of East Central Java” (Dames, 1955) disebut Selat Silugangga— yang ada di depannya cukup lebar, sehingga perahu dari Semarang yang akan menuju Rembang dapat berlayar dengan bebas melalui Demak.

                                                       Peta Demak pada Abad ke-16

Pada abad ke-17, sedimentasi di Selat Muria semakin besar dan akhirnya mendangkalkannya. Sehingga, selat ini kemudian tak dapat lagi dilayari. Pelabuhan Demak pun akhirnya mati dan pelabuhan dipindah ke Jepara yang letaknya di sisi barat Pulau Muria. Pelabuhan Jepara letaknya cukup baik dan aman dari gelombang besar karena terlindung oleh tiga pulau yang terletak di depan pelabuhan. Kapal-kapal dagang yang berlayar dari Maluku ke Malaka atau sebaliknya selalu berlabuh di Jepara.