Suatu hari seekor anak kerang laut mengaduh pada ibunya sebab sebutir pasir tajam memasuki tubuhnya. "Anakku," kata sang ibu sambil bercucuran air mata, "Tuhan tidak memberikan kita sebuah tangan pun, sehingga Ibu tak bisa menolongmu.” Si ibu terdiam sejenak, “Sakit sekali, aku tahu itu anakku. Tetapi terimalah itu sebagai takdir alam. Kuatkan hatimu. Kerahkan semangatmu melawan rasa ngilu dan nyeri. Balutlah pasir itu dengan getah di perutmu. Hanya itu yang bisa kau perbuat", kata ibunya dengan lembut.
Anak kerang pun melakukan nasihat bundanya. Dengan air mata ia bertahan, bertahun-tahun lamanya. Tanpa disadari-nya sebutir mutiara mulai terbentuk dalam cangkangnya. Makin lama makin halus. Rasa sakit pun makin berkurang…..
Sudah lama masyarakat mengalami penderitaan, ada ‘sesuatu’ yang menyakitkan tertanam. Sedemikian lamanya hingga masyarakat tidak lagi merasakannya. ‘Sesuatu’ itu telah terbalut oleh getah keuletan, kecerdasan, dan kreativitas.
Lihatlah para petani, nelayan, sopir, tukang becak, pedagang, guru, PNS, dan buruh yang meski hidup seadanya, mampu mengantarkan anak-anak mereka untuk memperoleh pendidikan dan ketrampilan. Para pengusaha mampu bertahan dalam krisis, bahkan membesarkan usahanya. Kaum berilmu kini telah menjadi cendikiawan bijaksana. Itulah mutiara hasil dari ‘sesuatu’ yang menyakitkan itu.
Kini saatnya cangkang harus dibuka dan mutiara harus diangkat agar kemilaunya terlihat dan menjadi perhiasan yang mahal. Kini saatnya potensi-potensi daerah itu diberi kesempatan untuk muncul agar keunggulan daerah ini nampak dan berharga. Kini saatnya kesabaran masyarakat mendapat balasannya. Kini saatnya kegigihan yang sebelumnya hanya bisa untuk bertahan, menjadi jalan kemakmuran.
Namun, kerang tidak bisa mengeluarkan mutiaranya sendiri, diperlukan seseorang. Masyarakat juga membutuhkan seseorang yang mampu membuka jalan aktualisasi potensinya dan memberi inspirasi bagaimana membangun hidupnya. Kemampuan itu harus ada pada pemimpin yang memiliki niat untuk memakmurkan rakyatnya.
Anak kerang pun melakukan nasihat bundanya. Dengan air mata ia bertahan, bertahun-tahun lamanya. Tanpa disadari-nya sebutir mutiara mulai terbentuk dalam cangkangnya. Makin lama makin halus. Rasa sakit pun makin berkurang…..
Sudah lama masyarakat mengalami penderitaan, ada ‘sesuatu’ yang menyakitkan tertanam. Sedemikian lamanya hingga masyarakat tidak lagi merasakannya. ‘Sesuatu’ itu telah terbalut oleh getah keuletan, kecerdasan, dan kreativitas.
Lihatlah para petani, nelayan, sopir, tukang becak, pedagang, guru, PNS, dan buruh yang meski hidup seadanya, mampu mengantarkan anak-anak mereka untuk memperoleh pendidikan dan ketrampilan. Para pengusaha mampu bertahan dalam krisis, bahkan membesarkan usahanya. Kaum berilmu kini telah menjadi cendikiawan bijaksana. Itulah mutiara hasil dari ‘sesuatu’ yang menyakitkan itu.
Kini saatnya cangkang harus dibuka dan mutiara harus diangkat agar kemilaunya terlihat dan menjadi perhiasan yang mahal. Kini saatnya potensi-potensi daerah itu diberi kesempatan untuk muncul agar keunggulan daerah ini nampak dan berharga. Kini saatnya kesabaran masyarakat mendapat balasannya. Kini saatnya kegigihan yang sebelumnya hanya bisa untuk bertahan, menjadi jalan kemakmuran.
Namun, kerang tidak bisa mengeluarkan mutiaranya sendiri, diperlukan seseorang. Masyarakat juga membutuhkan seseorang yang mampu membuka jalan aktualisasi potensinya dan memberi inspirasi bagaimana membangun hidupnya. Kemampuan itu harus ada pada pemimpin yang memiliki niat untuk memakmurkan rakyatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar