Selasa, 25 Januari 2011

Fisika Politik: Hukum Newton I dan Korupsi

Hukum Newton I:
 “TIDAK PERLU GAYA UNTUK MEMPERTAHANKAN SESUATU TETAP BERGERAK”
 
Belakangan ini, kita disuguhi suasana skeptis atas penegakan hukum di masyarakat. Bahkan, kita bisa merasakan sendiri dan menjadi bagian dari masyarakat yang skeptis ini. Kita pun bisa mengukur sejauhmana Hukum Newton I berlaku untuk fenomena ini.

Mari kita cermati...Anda mungkin sudah pernah dengar istilah ini, ”Power tends to currupt”. Sejak dulu sampai sekarang, dan nanti. Kekuasaan selalu cenderung untuk korup. Ini adalah mekanisme alamiah dari kekuasaan, apa pun itu bentuknya: di peradilan maupun pemerintahan. Seiring bertambahnya waktu, menurut Hukum Newton I kekorupan ini akan semakin parah.

Dalam logika Hukum Newton I, kita dapat mengatakan diperlukan sebuah gaya (upaya) apabila pemerintah ingin mengubah keadaan ini. Jika setelah sekian waktu, ternyata keadaan menunjukkan tidak ada perubahan lebih baik secara signifikan. Maka, berdasarkan logika hukum alam, kita bisa mengatakan bahwa tidak ada gaya (upaya) yang dilakukan untuk mengubah keadaan tersebut. Kalaupun ada upaya hanya merupakan slogan (retorika). Maaf..itu menurut Hukum Newton.....

Fisika Politik: Hukum Newton I dan Pertumbuhan Ekonomi

Pada kesempatan ini, saya ingin mengenalkan sebuah pengetahuan yang membuat fenomena politik bisa dipahami secara mudah. Pengetahuan ini adalah bagian dari political science yaitu ilmu yang berusaha menganalisa fenomena politik dengan kalkulasi matematis dan statistik. Di Indonesia, salah satu pakarnya adalah Indra J. Pilliang.

Agak berbeda dengan Pilliang, saya ingin menyampaikan pendekatan-pendekatan fisika pada fenomena politik. Sebagai sebuah fenomena yang terjadi di alam, ternyata, politik juga mengikuti hukum alam. Dengan pendekatan fisika ini, fenomena politik ternyata terlihat begitu sederhana. Bahkan, tidak hanya untuk dicerna, tetapi juga mudah untuk diprediksi.

Pada bagian pertama ini, saya ingin memperkenalkan sebuah pemikiran filusuf besar Galileo yang kemudian dirumuskan oleh Sir Isaac Newton menjadi Hukum Newton I:

“TIDAK PERLU GAYA UNTUK MEMPERTAHANKAN SESUATU TETAP BERGERAK”

Hukum Newton I dan Pertumbuhan Ekonomi

Masyarakat sesungguhnya secara alamiah selalu berusaha berkembang menjadi lebih baik. Setiap individu di masyarakat pasti punya kebutuhan untuk hidup. Karena itu, mereka akan selalu mengembangkan dirinya. Meskipun mungkin banyak halangan, bahkan krisis sekali pun, masyarakat memiliki mekanisme sendiri untuk bertahan hidup. Upaya-upaya yang dilakukan oleh masyarakat meskipun sedikit, tetap akan menghasilkan suatu pertumbuhan ekonomi. Jadi, hati-hati memaknai data statistik yang menyatakan pertumbuhan ekonomi. Belum tentu, pertumbuhan itu merupakan hasil dari upaya pemerintah.

Intinya adalah:
Dari dulu sampai sekarang dan nanti.... masyarakat memiliki mekanisme sendiri untuk berkembang. Tanpa campur tangan pemerintah pun mereka akan tetap berkembang. Ini lah mengapa saya katakan bahwa fenomena ini mengikuti hukum alam sebagaimana Hukum Newton I.

Lebih jauh, jika kita diskusikan. Maka, fenomena mekanisme berkembangnya masyarakat secara otonom di atas hanya menghasilkan pertumbuhan yang kecil. Karena itu, upaya atau gaya diperlukan untuk mempercepat pertumbuhan dan kesejahteraan masyarakat. Ini adalah tugas pemerintah dan merupakan gunanya pemerintah itu harus ada.

Di sisi lain dari fenomena ini, gaya yang dilakukan pemerintah pada masyarakat pasti menimbulkan perubahan besar. Jika kita tidak merasakan perubahan yang signifikan, maka gaya yang disampaikan itu adalah semu (alias hanya retorika). Maaf..begitu jika menurut Hukum Newton.....

Selasa, 11 Januari 2011

Andai Saya Jadi Bupati

Andai saya jadi bupati, maka saya akan dapat fasilitas rumah besar dengan halamannya yang luas.
Andai saya jadi bupati, maka saya akan dapat mobil mewah dan pergi ke mana saja diantar sopir tanpa harus keluar biaya bensin dan perawatan. Semua ditanggung negara.
Andai saya jadi bupati, maka tiap hari saya makan enak tanpa keluar biaya, karena dibayarkan negara.
Andai saya jadi bupati, maka saya tidak perlu repot membayar listrik dan air minum yang harganya makin tinggi.
Andai saya jadi bupati, maka anak buah saya banyak sekali. Semua hormat dan patuh.
Andai saya jadi bupati, maka saya tinggal perintah, pasti akan dituruti.
Andai saya jadi bupati, maka para pejabat akan merapat minta selamat.
Andai saya jadi bupati, maka para pengusaha akan datang mengharapkan pertemanan.
Andai saya jadi bupati, maka sejumlah upeti akan datang dengan sendiri.
Karena itu, andai saya jadi bupati, maka dalam lima tahun hartaku akan bertambah banyak sekali.
Dan, jika sifat jahatku muncul, jika saya jadi bupati, maka orang yang tidak aku sukai hidupnya akan sengsara sekali.

Tapi,
Andai saya jadi bupati, anak –istriku akan jauh dari pandanganku sehari-hari. Mungkin dalam hati mereka akan marah padaku.
Andai saya jadi bupati, kesibukanku akan luarbiasa sekali, upacara ini dan itu, acara ini dan itu.
Andai saya jadi bupati, mungkin aku akan jadi pemarah karena kelelahan dan banyak yang harus dipikirkan tiap hari. 
Andai saya jadi bupati, teman-temanku akan menjauh karena untuk menemuiku susah sekali.
Andai saya jadi bupati, canda dan tawaku mungkin takkan lagi bisa lepas karena semua tingkah laku harus selalu diprotokoli.
Andai saya jadi bupati, mungkin orang desa nan jauh akan banyak mengumpatku karena kurang perhatianku pada desa mereka.
Andai saya jadi bupati, mungkin sopir-supir sering memakiku karena banyak jalan berlubang yang mereka lalui.
Andai saya jadi bupati, maka anak-anak yang lapar dan papa akan mendoakanku celaka.
Andai saya jadi bupati, maka banyak orangtua membenciku karena biaya sekolah tak kunjung murah. 
Andai saya jadi bupati, maka kedloliman anak buahku akan mencelakakanku, mungkin di dunia ini atau pasti di akhirat nanti.
Andai saya jadi bupati, maka tiap hari orang-orang munafik akan meniupkan nyanyian menyenangkan agar kuterlena. Tapi kemudian, akan mereka kabarkan kebohongan di telinga. Lalu, saya akan salah mengambil langkah.

Terlalu banyak kesalahan dan dosa yang mungkin terjadi andai saya jadi bupati, tidak sebanding dengan kenikmatan yang bisa saya cicipi.
Belum lagi, berapa dana yang harus terbuang agar saya menjadi bupati, tidak sebanding dengan pendapatan halal yang saya dapat seandainya jadi bupati.

Ahh, sepertinya bukan pilihan bagus untuk jadi bupati.