Jumat, 02 November 2012

Peta Kabupaten Demak dan Kecamatan-Kecamatan

Setelah bekerja tiap malam selama hampir delapan bulan, akhirnya peta Kabupaten Demak beserta peta 14 kecamatan terselesaikan. Sebuah karya yang saya persembahkan untuk perbaikan Demak. Tidak tahu, entah itu akan banyak membantu atau malah menjadi sampah tak berguna. Tapi dalam benak, saya hanya ingin membuat yang lebih baik dari apa yang orang lain buat (memperbaiki).


Peta adalah alat bantu yang sangat penting untuk beberapa hal, yaitu: (1) mengetahui letak relatif suatu lokasi; (2) memandu arah; (3) mengetahui keadaan fisik dan non fisik pada suatu wilayah; (4) mengetahui ukuran suatu wilayah; dan (5) sebagai alat bantu penelitian lapangan, dan lain-lain sebagainya, termasuk perencanaan. Karena itu, keakuratan suatu peta sangat berpengaruh pada tingkat kemampuannya untuk membantu suatu pekerjaan.

Untuk itulah, peta ini saya hadirkan, agar dapat memperbaiki kualitas-kualitas berikut: (1) pengetahuan atas lokasi-lokasi di Demak; (2) pemahaman yang lebih baik atas kondisi fisik dan non fiksi di wilayah Demak; dan (3) memperbaiki perencanaan serta persebaran pembangunan.

Untuk mendapatkan file ukuran A0 dengan kualitas maksimal, silahkan hubungi Bappeda Kabupaten Demak atau kirimkan permintaan kepada kami via email: nadhifalawi@gmail.com

Senin, 23 Juli 2012

Potensi Pelabuhan, Perumahan dan Pergudangan di Sriwulan, Sayung

Saat ini telah ada satu investor yang menjajaki pengembangan pelabuhan yach (kapal mewah) 2 (dua) hektar beserta perumahan mewah dan kawasan pergudangan seluas 100 hektar di wilayah Desa Sriwulan.


 Tautan:
  1. Potensi Wisata Alam dan Cagar Budaya di Sayung;
  2. Reklamasi Tanpa Pengambilan Air Tanah, Solusi Rob di Sayung;
  3. Potensi Investasi Air Bersih di Sayung;
  4. Potensi Pelabuhan, Perumahan dan Permukiman di Sriwulan;

Kamis, 19 Juli 2012

Potensi Investasi Air Bersih di Sayung


Koridor jalan Demak-Semarang di wilayah Kecamatan Karangtengah dan Sayung telah ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kabupaten Demak sebagai zona  industri. Sampai saat ini telah banyak dan akan semakin banyak industri akan berdiri di tempat tersebut. Selama ini industri-industri tersebut menggunakan air tanah untuk keperluannya. Padahal, sebagaimana diketahui penyedotan air tanah secara masif terbukti menimbulkan percepatan penurunan tanah (land subsidance) yang selanjutnya akan membuat rob semakin hebat menerjang daratan. Ditambah lagi dengan adanya rencana pengembangan Pelabuhan Yach, Permukiman mewah dan pergudangan di Sriwulan.

Saat ini, sepertiga wilayah Kecamatan Sayung dan sebagian Kecamatan Karangtengah telah terkena rob. Pemerintah Kabupaten Demak tidak mungkin untuk memilih opsi kebijakan agar land subsidance dan rob dibiarkan terus menggerus daratannya. Karena itu, penyedotan air tanah harus dihentikan.

Sebagai tindak lanjut kebijakan penghentian penyedotan air tanah, pemerintah akan memberi alternatif suplai air dari Perusahaan Daerah Air Minum. Di mana untuk wilayah Karangtengah dan Sayung akan diberikan air baku dari Bendung Wonokerto yang diharapkan akan segera terwujud.

Karena itu, pengembangan Instalasi Pengolah Air (IPA) untuk kawasan ini menjadi potensi yang mestinya menarik bagi para investor. Selain air baku telah tersedia, konsumen calon pelanggan juga telah membutuhkan pelayanan.

Potensi Pelabuhan Udara (Airport) di Sayung


Wilayah sekitar Desa Bedono sampai dengan Surodadi menyimpan potensi lahan yang memungkinkan untuk digunakan sebagai Pelabuhan Udara dengan panjang landasan maksimal mencapai 6,5 km. Keunggulan daerah ini untuk pelabuhan udara:
  1. Daerah ini terkena rob, sehingga nilai jual tanah sangat rendah.
  2. Jumlah penduduk sangat sedikit sehingga apabila harus memindahkan permukiman biayanya sangat rendah.
  3. Akses dari jalan arteri sangat dekat. Di samping itu jarak dari Semarang dan kota-kota lain juga cukup dekat.



 Tautan:
  1. Potensi Wisata Alam dan Cagar Budaya di Sayung;
  2. Reklamasi Tanpa Pengambilan Air Tanah, Solusi Rob di Sayung;
  3. Potensi Investasi Air Bersih di Sayung;
  4. Potensi Pelabuhan, Perumahan dan Permukiman di Sriwulan;

Potensi Wisata Alam dan Cagar Budaya di Sayung

Di wilayah Desa Bedono masih memiliki potensi lahan rob yang bisa digarap, utamanya untuk tujuan wisata dan cagar alam.  Di wilayah ini secara eksisting telah memeliki potensi hutan mangrove dan bermukimnya kawanan burung air (kuntul, bango, dan lain sebagainya). Di samping itu, ada sebuah makam yang cukup unik karena tidak ikut tenggelam karena rob. Makam tersebut adalah makam Syeh Mudzakir, penyebar agama Islam di daerah Sayung.

  


Reklamasi Tanpa Pengambilan Air Tanah, Solusi Rob di Sayung

Sepertiga wilayah Kecamatan Sayung saat ini terkena masalah abrasi dan rob. Wilayah yang sedemikian luas tersebut kini tidak lagi cocok untuk ditinggali ataupun digunakan sebagai tambak-tambak produksi. Dibutuhkan sebuah solusi efektif selain melalukan penanaman mangrove.

 
Hasil konsultasi Bappeda Kabupaten Demak dengan Direktorat Jenderal Tata Ruang Pesisir dan Pulau-pulau Kecil menyimpulkan bahwa masalah rob di Demak harus diselesaikan dengan reklamasi dengan catatan tidak diiringi dengan pengambilan air tanah. Dijelaskan bahwa, kegagalan reklamasi di beberapa tempat lain disebabkan terjadi land subsidance karena penyedotan air tanah. Sebagai berita baik, Direktorat Jenderal Tata Ruang Pesisir dan Pulau-pulau Kecil sudah siap membuat Zonasi Pesisir di Kabupaten Demak.

Rabu, 06 Juni 2012

Belajar dari Sejarah Kesultanan Demak untuk Tidak Salah Lagi


 
Demak Didirikan oleh Para Wali (Ulama)

Sebelum Kesultanan Demak berdiri, para telah 20-an tahun membangun pondasi kemasyarakatan dan menyusun kekuatan di Demak. Hal ini diawali dengan pendirian Masjid Agung Demak pada tahun 1479. Selanjutnya, pada tanggal 28 Maret 1503 pada momen yang tepat, yaitu setelah kekalahan Majapahit dari pasukan gabungan kadipaten-kadipaten bawahan yang dipelopori Kadipaten Bintoro, Kesultanan Demak didirikan. Sunan Giri sebagai wali yang paling paham tentang ilmu ketatanegaraan (beliau adalah Raja Giri Kedaton yang sekarang berada  di Kebomas, Gresik) dipercaya oleh para wali untuk meletakkan dasar-dasar negara. Setelah 40 hari melaksanakan tugasnya, Sunan Giri menyerahkan Kesultanan Demak yang baru berdiri kepada Raden Fatah. Beliau, Raden Patah, dinobatkan menjadi Sultan Bintoro pada tanggal 12 Rabiul Awal atau 12 Mulud Tahun 1425 Saka (dikonversikan menjadi 28 Maret 1503).

Kemajuan Demak adalah Hasil Kerja Para Ulama dan Orang-orang Berkualitas Keilmuwan

Pada masa Sultan Fatah, Kesultanan Bintoro sudah memiliki wilayah yang luas dari kawasan induknya ke barat hingga Cirebon. Pengaruh Demak terus meluas hingga meliputi Aceh yang dipelopori oleh Syeh Maulana Ishak (Ayah Sunan Giri). Kemudian Palembang, Jambi, Bangka yang dipelopori Adipati Aryo Damar (Ayah Tiri Raden Patah) yang berkedudukan di Palembang; dan beberapa daerah di Kalimantan Selatan, Kotawaringin (Kalimantan Tengah).

Kemajuan yang dicapai oleh Bintoro, salah satunya adalah karena para wali selalu diposiskan di atas sultan, yaitu sebagai penasehat dan pelaksana kebijakan. Hal ini dapat disimpulkan dari forum wali yang diadakan secara rutin di Masjid Agung Demak dan dijadikannya Sunan Kudus sebagai imam Masjid Agung Demak. Sementara itu, Sunan Kalijaga dalam beberapa catatan dinyatakan membantu Sunan Gunungjati untuk memperluas pengaruh Islam sampai ke Cirebon. Beliau juga yang meng-Islamkan adipati Pandanaran, Kartasura, Kebumen, Banyumas, serta Pajang. Ini mengisyaratkan bahwa Sultan Fatah mempercayai orang-orang berkualitas keilmuan tinggi untuk ikut membesarkan kesultanan.

Kesalahan Pertama Kesultanan Demak: Dipinggirkannya Posisi Para Wali dalam Menentukan Kebijakan

Pada tahun 1518, Sultan Fatah mangkat, beliau berwasiat supaya menantu beliau Pati Unus diangkat menjadi raja Demak berikutnya. Ini adalah awal dari dipinggirkannya posisi para wali dalam menentukan kebijakan di Demak.

Kesalahan Kedua Kesultanan Demak: Merasa Lebih Berhak untuk Mewarisi Kekuasaan

Tidak dinyana tidak disangka, Sultan Demak II Pati Unus hanya berkuasa selama 3 tahun, dari tahun 1518-1521. Beliau wafat dalam perang melawan Portugis di Malaka. Sepeninggal Pati Unus, sebagian keturunan Sultan Fatah merasa lebih berhak untuk mewarisi Kesultanan Demak karena Pati Unus hanya menantu Raden Patah dan keturunan Pati Unus (secara patrilineal) adalah keturunan Arab seperti keluarga Kesultanan Banten dan Cirebon, sementara Raden Patah adalah keturunan Arab hanya dari pihak Ibu sedangkan secara patrilineal (garis laki-laki terus menerus dari pihak ayah, Brawijaya) adalah murni keturunan Jawa (Majapahit). Karena sebab ini lah, Raden Abdullah putra Pati Unus yang selamat dari perang Malaka diamankan oleh kerabatnya di Banten (tidak pulang ke Demak).

Kesalahan Ketiga: Digunakannya Cara Kotor untuk Mendapatkan Kekuasaan

Dalam kekacauan politik paska meninggalnya Pati Unus, terjadi perebutan kekuasaan antara dua anak lelaki mendiang Sultan Fatah dengan Ratu Asyikah (putri Sunan Ampel), yaitu Raden Kikin (Pangeran Sedo Lepen) dan Raden Trenggono. Pangeran Mukmin, anak tertua Raden Trenggono mengirim orang untuk membunuh Raden Kikin. Raden Trenggono pun akhirnya naik tahta, menobatkan dirinya sebagai Sultan.


Kesalahan Keempat: Perpecahan Di kalangan Ulama Karena Kurang Menghargai Perbedaan

Pada masa Sultan Trenggono, mulai terjadi friksi antar para ulama (wali). Kala itu, Sultan Trenggono mengundang Sunan Kalijaga yang saat itu berdakwah di Cirebon, untuk pulang ke Bintoro. Beliau diberi tanah di daerah Kadilangu. Diceritakan, suatu kali terjadi perbedaan pendapat antara imam Masjid Agung Demak yaitu Sunan Kudus dengan Sunan Kalijaga tentang penentuan awal Romadlon. Dalam persoalan tersebut, Sultan Trenggono memihak Sunan Kalijaga. Merasa tersinggung, akhirnya Sunan Kudus mengundurkan diri sebagai imam Masjid Demak dan pindah ke Kudus.

Kesalahan Kelima: Komplikasi yang Menghancurkan
Sepeninggal Sunan Trenggono, Raden Mukmin naik tahta. Beliau memimpin selama 3 tahun antara 1546-1549. Raden Mukmin kurang ahli dalam berpolitik dan lebih suka hidup sebagai ulama suci dari pada sebagai raja. Karena itu, ia memindahkan ibu kota Demak dari bintoro ke bukit prawoto, sehingga ia dijuluki Sunan Prawoto. Menurut babad tanah Jawi ia dibunuh oleh rangkud anak buah Arya Penangsang, putra Pangeran Kinkin yang dibunuhnya.

Pada masa akhir Kesultanan Demak ini, terjadi komplikasi kekacauan. Ketidakcakapan pemimpin (Sultan) menjadi salah satu sebab. Dendam kekuasaan juga telah mempercepat kehancuran. Sementara, keberpihakan dan gesekan antara para ulama (Sunan Kudus dengan Sunan Kalijaga) semakin memperkeruh keadaan. Pada akhirnya, negeri Demak hancur....

Selasa, 22 Mei 2012

Kejayaan Kesultanan Demak



Masa Sultan Fatah (1478 M – 1518M)
Kesultanan Demak didirikan oleh para wali (Wali Songo) dan dijadikannya Kadipaten Bintoro sebagai pusatnya kekuasaannya. Sunan Giri dipercaya untuk meletakan dasar-dasar negara masa perintisan. Setelah 40 hari, Sunan Giri menyerahkan tampuk kepemimpinan Islam kepada Raden Fatah. Penobatan Raden Patah menjadi Sultan Bintoro jatuh pada tanggal 12 Rabiulawal atau 12 Mulud Tahun 1425 Saka atau dikonversikan menjadi 28 Maret 1503.

Menurut catatan pada tahun 1515 Kesultanan Bintoro sudah memiliki wilayah yang luas dari kawasan induknya ke barat hingga Cirebon. Pengaruh Demak terus meluas hingga meliputi Aceh yang dipelopori oleh Syeh Maulana Ishak (Ayah Sunan Giri). Kemudian Palembang, Jambi, Bangka yang dipelopori Adipati Aryo Damar (Ayah Tiri Raden Patah) yang berkedudukan di Palembang; dan beberapa daerah di Kalimantan Selatan, Kotawaringin (Kalimantan Tengah). Menurut hikayat Banjar, diceritakan bahwa masyarakat Banjar dulu yang meng-islam-kan adalah penghulu Demak Bintoro dan yang pertama kali di-islam-kan adalah Pangeran Natas Angin. Di daerah Nusa Tenggara Barat perkembangan agama Islam dipelopori oleh Ki Ageng Prapen dan Syayid Ali Murtoko, adik kandung Sunan Ampel yang berkedudukan di Bima.

Masa Adipati Unus (1518 M – 1521M)
Pada tahun 1518 Raden Patah, Sultan Demak I bergelar Alam Akbar Al Fattah mangkat, beliau berwasiat supaya mantu beliau Pati Unus diangkat menjadi raja Demak berikutnya. Maka diangkatlah Pati Unus atau Raden Abdul Qadir bin Yunus, Adipati wilayah Jepara yang garis nasabnya adalah keturunan Arab dan Parsi menjadi Sultan Demak II bergelar Alam Akbar At-Tsaniy.

Tahun 1512 giliran Samudra Pasai yang jatuh ke tangan Portugis. Hal ini membuat tugas Pati Unus sebagai Panglima Armada Islam tanah jawa semakin mendesak untuk segera dilaksanakan. Maka tahun 1513 dikirim armada kecil, ekspedisi Jihad I yang mencoba mendesak masuk benteng Portugis di Malaka tapi gagal dan balik kembali ke tanah Jawa. Kegagalan ini karena kurang persiapan menjadi pelajaran berharga untuk membuat persiapan yang lebih baik. Maka direncanakanlah pembangunan armada besar sebanyak 375 kapal perang di tanah Gowa, Sulawesi yang masyarakatnya sudah terkenal dalam pembuatan kapal.
Memasuki tahun 1521, ke 375 kapal telah selesai dibangun, maka walaupun baru menjabat Sultan selama 3 tahun Pati Unus tidak sungkan meninggalkan segala kemudahan dan kehormatan dari kehidupan keraton bahkan ikut pula 2 putra beliau (yang masih sangat remaja) dari pernikahan dengan putri Raden Patah dan seorang putra lagi (yang juga masih sangat remaja) dari seorang seorang isteri,anak kepada Syeikh Al Sultan Saiyid.

Armada perang Islam siap berangkat dari pelabuhan Demak dengan mendapat pemberkatan dari Para Wali yang dipimpin oleh Sunan Gunung Jati. Armada perang yang sangat besar untuk ukuran dulu bahkan sekarang. Dipimpin langsung oleh Pati Unus bergelar Senapati Sarjawala yang telah menjadi Sultan Demak II. Dari sini sejarah keluarga beliau akan berubah, sejarah kesultanan Demak akan berubah dan sejarah tanah Jawa akan berubah.
Armada perang Islam yang sangat besar berangkat ke Malaka dan Portugis pun sudah mempersiapkan pertahanan menyambut Armada besar ini dengan puluhan meriam besar pula yang mencuat dari benteng Malaka. Kapal yang ditumpangi Pati Unus terkena peluru meriam ketika akan menurunkan perahu untuk merapat ke pantai. Ia gugur sebagai Syahid karena kewajiban membela sesama Muslim yang tertindas penjajah (Portugis) yang bernafsu memonopoli perdagangan rempah-rempah. Sebagian pasukan Islam yang berhasil mendarat kemudian bertempur dahsyat hampir 3 hari 3 malam lamanya dengan menimbulkan korban yang sangat besar di pihak Portugis, karena itu sampai sekarang Portugis tak suka mengisahkan kembali pertempuran dahsyat pada tahun 1521 ini.

Sultan Trenggono (1521M – 1546M)
Paska meninggalnya Adipati Unus di Malaka, terjadi kegaduhan di Kesultanan Demak. Terjadi perebutan kekuasaan antara dua adik Adipadi Unus, yaitu Raden Kikin (Pangeran Sedo Lepen) dan Raden Trenggono. Pangeran Mukmin, anak tertua Raden Trenggono mengirim orang untuk membunuh Raden Kikin. Raden Trenggono pun akhirnya naik tahta, menobatkan dirinya sebagai Sultan.

Pada masa Kasultanan Demak diperintah oleh Sultan Trenggono, wilayah nusantara benar-benar dapat dipersatukan kembali. Terlebih lagi dengan adanya Fatahillah, Putera Mahkota Sultan Samodera Pasai yang menjadi menantu Raden Patah. Dialah yang berhasil mengusir orang-orang Portugis dari kota Banten dan berhasil menyatukan kerajaan Pasundan yang sudah rapuh. Dengan demikian, seluruh pantai utara Jawa Barat sampai Panarukan Jawa Timur (1525-1526) dikuasai oleh Kasultanan Bintoro. Sementara itu Kediri takluk pada tahun 1527, kemudian diikuti oleh kawasan yang ada di pedalaman. Sampai akhirnya Blambangan yang letaknya berada di pojok tenggara Jawa Timur menyerah tahun 1546.

Sejarah Berdirinya Kesultanan Demak



Tanggal 28 Maret 1503 dianggap sebagai awal berdirinya Kesultanan Demak karena merujuk pada momen penobatan Raden Patah menjadi Sultan Bintoro yang jatuh pada tanggal 12 Rabiulawal atau 12 Mulud Tahun 1425 Saka (dikonversikan menjadi 28 Maret 1503).

Kesultanan Demak Lahir pada saat Kerajaan Nusantara Majapahit berada pada masa kemundurannya. Sebagaimana banyak dijelaskan oleh berbagai literatur, sepeninggal Raja Hayam Wuruk (1389), Kerajaan Majapahit terpuruk karena pertikaian, pemimpin yang kurang cakap, serta wibawa yang kurang. Pada tahun 1478 ini Dyah Kusuma Wardhani dan suaminya, Wikramawardhana, pengganti Hayam Wuruk, mengundurkan diri dari tahta Majapahit. Kemudian mereka digantikan oleh Suhita. Pada tahun 1405, Wirabumi, anak dari selir Hayam Wuruk, berusaha untuk menggulingkan kekuasaan sehingga pecah Perang Paregreg (1479-1484). Pemberontakan Wirabumi dapat dipadamkan, namun Majapahit telah terlanjur menjadi lemah dan daerah-daerah kekuasaannya berusaha untuk memisahkan diri.

Pada saat kerajaan Majapahit mengalami masa surut, wilayah-wilayah kekuasaannya mulai memisahkan diri. Kadipaten-kadipaten saling serang dan saling mengklaim sebagai pewaris tahta Majapahit. Namun, dari sekian pemimpin wilayah yang bergolak, arus kekuasaan mengerucut pada dua adipati, yaitu Raden Patah (Bintoro Demak) dan Ki Ageng Pengging (Pengging, Boyolali). Sementara Raden Patah mendapat dukungan dari Walisongo, Ki Ageng Pengging mendapat dukungan dari Syech Siti Jenar.

Dalam serat Darmogandul, Sunan Giri (Raja Giri Kedaton) bersama Sunan Bonang yang tergabung dalam Majlis Dakwah Wali Sanga, memprovokasi Raden Patah agar merebut tahta kerajaan Majapahit yang dikuasai ayahnya, Prabu Brawijaya V. Alasanya kala itu adalah, karena penguasa Majapahit, dianggap kafir karena memeluk agama Budha.

Dalam Babad Demak dikisahkan, ketika panglima tentara Islam Sunan Ngudung meninggal dalam peperangan dengan Majapahit, Sunan Bonang yang bertindak sebagai Panglima tertinggi Angkatan Perang Islam mengangkat Sunan Kudus, putra Sunan Ngudung, sebagai panglima perang menggantikan ayahandanya. Dalam penunjukan itu, Sunan Kudus akan didampingi oleh Sunan Giri dalam penyerangan ke Majapahit beserta para wali lainnya.

Sunan Giri tidak saja mengirimkan pasukannya dari Giri Kedaton tetapi juga dialah yang memerintahkan Bupati Sumenep, Pamekasan, Balega dan Panaraga agar mengerahkan tentaranya ikut dalam barisan Islam. Dalam peperangan itu pasukan Islam mendapat kemenangan besar. Majapahit akhirnya tercerai-berai dan Prabu Brawijaya melarikan diri.

Para wali kemudian memproklamasikan berdirinya Kesultanan Demak dan diputuskan Bintoro sebagai pusatnya. Sunan Giri dipercaya untuk meletakan dasar-dasar negara masa perintisan. Setelah 40 hari, Sunan Giri menyerahkan tampuk kepemimpinan Islam kepada Raden Fatah, Adipati Demak Bintoro yang juga putera Raja Majapahit, Brawijaya Kertabhumi.

Sejarah Geografis Demak Bintoro

Demak sebelumnya merupakan daerah yang dikenal dengan nama Bintoro atau Gelagahwangi yang merupakan daerah di bawah kekuasaan Majapahit. Dalam Babat Tanah Jawi, tempat yang bernama Demak mulai dikenal ketika Raden Patah diperintahkan oleh gurunya (Sunan Ampel) agar merantau ke Barat dan bermukim di sebuah tempat yang banyak terdapat tanaman Gelagah Wangi, letaknya di Muara Sungai Tuntang yang dijelaskan sumbernya (hulunya) berada di lereng Gunung Merbabu (Rawa Pening).

Banyak tafsir yang menjelaskan tentang asal kata Demak. Namun, tampaknya yang paling bisa diterima adalah dari Hamka dan Sholihin. Prof.DR. Hamka menafsirkan kata Demak berasal dari bahasa Arab “dama’” yang artinya mata air. Sementara, penulis Sholihin Salam menyatakan bahwa Demak berasal dari dari kata “dzimaa in” yang berarti sesuatu yang mengandung air (rawa-rawa). Memang faktanya, bahwa Demak memang banyak mengandung air, karena banyak rawa dan tanah payau, serta tebat (sebangsa telaga tempat air tertampung).

Pusat Kota Demak dahulu sebelum abad ke-16 berada di tepi laut. Karenanya, Demak pernah menjadi pelabuhan laut yang besar. Hal ini diyakinkan oleh beberapa tulisan ahli asing (Belanda) yaitu De Graaf dan Dames. Menurut De Graaf dan Th. Pigeaud (1974), dalam “De Eerste Moslimse Voorstendommen op Java” –Martinus Nijhoff), letak Demak cukup menguntungkan bagi kegiatan perdagangan maupun pertanian. Hal ini disebabkan karena Selat Muria –dalam buku “The Soil of East Central Java” (Dames, 1955) disebut Selat Silugangga— yang ada di depannya cukup lebar, sehingga perahu dari Semarang yang akan menuju Rembang dapat berlayar dengan bebas melalui Demak.

                                                       Peta Demak pada Abad ke-16

Pada abad ke-17, sedimentasi di Selat Muria semakin besar dan akhirnya mendangkalkannya. Sehingga, selat ini kemudian tak dapat lagi dilayari. Pelabuhan Demak pun akhirnya mati dan pelabuhan dipindah ke Jepara yang letaknya di sisi barat Pulau Muria. Pelabuhan Jepara letaknya cukup baik dan aman dari gelombang besar karena terlindung oleh tiga pulau yang terletak di depan pelabuhan. Kapal-kapal dagang yang berlayar dari Maluku ke Malaka atau sebaliknya selalu berlabuh di Jepara.