Pernah kita mendengar analisis gegabah dari mereka
yang ada di Jakarta atas belanja pegawai di daerah. Mereka mengatakan, DAU
tidak tepat sasaran karana sebagian besar dipakai untuk belanja pegawai.
Pernyataan itu adalah hal yang benar secara materi data, namun salah dalam
mengambil kesimpulan analisis. Apakah hal itu terjadi karena jumlah DAU yang
terlalu kecil, sehingga habis untuk kebutuhan dasar belanja pegawai, atau kah
karena terjadi pemborosan belanja pegawai karena jumlah pegawai yang terlalu
banyak.
Saat ini sebagian besar daerah mengalami dilema alokasi DAU, karena
nilainya terlalu kecil dibanding kebutuhan. Di satu sisi, mereka dituntut untuk
melakukan pembangunan infrastruktur dan investasi sosial ekonomi di daerah. Ini
wajib di era otonomi, karena pimpinan daerah dipilih melalui Pilkada secara
langsung oleh warganya. Agar kepala daerah bisa dikatakan berhasil dan menepati
janji kampenye, mereka harus mengalokasikan cukup dana untuk belanja
infrastruktur. Konsekuensinya, di sisi lain, dana untuk belanja menambah
pegawai ditahan.
Sebagaian daerah lain memilih untuk menambah
jumlah belanja pegawai mengikuti kebutuhan pelayanan ideal untuk masyarakat.
Ini merupakan pilihan yang sulit.
(Bentuk ideal postur SDM)
Daerah-daerah yang memilih untuk menahan belanja
menambah pegawai, pada waktunya akan mengalami masalah postur kepegawaiannya. Kenapa demikian? Karena secara alamiah, setiap tahun akan ada pegawai
yang mengalami pensiun, di sisi lain sejumlah pegawai juga mengalami kenaikan
pangkat. Akibatnya jumlah pegawai di level bawah akan terus berkurang. Sehingga
postur sumber daya manusianya menjadi kecil di bagian bawah, sebagaimana gambar
berikut ini.
Telah jamak diketahui, bahwa sebagian besar
berkurangnya pegawai di daerah adalah karena pensiun. Sementara, sebagian besar
pegawai yang pensiun adalah mereka yg telah berada di top level organisasi.
Dengan pensiunnya mereka, maka banyak jabatan puncak yang menjadi kosong.
Sebagian daerah mengatasi masalah ini dengan memperpanjang masa kerja mereka
yang sudah waktunya pensiun. Kebijakan
ini, untuk sementara cukup menyelesaikan masalah, karena posisi jabatan tetap
terisi.
Namun, apa yang terjadi kemudian. Seiring waktu
postur organisasi akan menjadi sebagaimana gambar di samping. Di mana jumlah
pegawai di low level semakin kecil, sementara, di level top dan minddle semakin
banyak. Karena puncaknya tertahan, maka akan terjadi masalah bottle neck, bagian atas akan
menggelembung sedangkan bagian bawah akan semakin kurus. Postur dengan kaki
kecil dan terlalu berat di atas ini, secara hukum fisika (alamiah) cenderung
mudah roboh.
Analisis Postur SDM Birokrasi Daerah
BalasHapus