Senin, 14 Januari 2013

‘Birokrasi Diambang Roboh’, Analisis Postur SDM Birokrasi Daerah

Pernah kita mendengar analisis gegabah dari mereka yang ada di Jakarta atas belanja pegawai di daerah. Mereka mengatakan, DAU tidak tepat sasaran karana sebagian besar dipakai untuk belanja pegawai. Pernyataan itu adalah hal yang benar secara materi data, namun salah dalam mengambil kesimpulan analisis. Apakah hal itu terjadi karena jumlah DAU yang terlalu kecil, sehingga habis untuk kebutuhan dasar belanja pegawai, atau kah karena terjadi pemborosan belanja pegawai karena jumlah pegawai yang terlalu banyak.

Saat ini sebagian besar daerah mengalami dilema alokasi DAU, karena nilainya terlalu kecil dibanding kebutuhan. Di satu sisi, mereka dituntut untuk melakukan pembangunan infrastruktur dan investasi sosial ekonomi di daerah. Ini wajib di era otonomi, karena pimpinan daerah dipilih melalui Pilkada secara langsung oleh warganya. Agar kepala daerah bisa dikatakan berhasil dan menepati janji kampenye, mereka harus mengalokasikan cukup dana untuk belanja infrastruktur. Konsekuensinya, di sisi lain, dana untuk belanja menambah pegawai ditahan.

Sebagaian daerah lain memilih untuk menambah jumlah belanja pegawai mengikuti kebutuhan pelayanan ideal untuk masyarakat. Ini merupakan pilihan yang sulit.

 (Bentuk ideal postur SDM)




Daerah-daerah yang memilih untuk menahan belanja menambah pegawai, pada waktunya akan mengalami masalah postur kepegawaiannya. Kenapa demikian? Karena secara alamiah, setiap tahun akan ada pegawai yang mengalami pensiun, di sisi lain sejumlah pegawai juga mengalami kenaikan pangkat. Akibatnya jumlah pegawai di level bawah akan terus berkurang. Sehingga postur sumber daya manusianya menjadi kecil di bagian bawah, sebagaimana gambar berikut ini.

Telah jamak diketahui, bahwa sebagian besar berkurangnya pegawai di daerah adalah karena pensiun. Sementara, sebagian besar pegawai yang pensiun adalah mereka yg telah berada di top level organisasi. Dengan pensiunnya mereka, maka banyak jabatan puncak yang menjadi kosong. Sebagian daerah mengatasi masalah ini dengan memperpanjang masa kerja mereka yang sudah waktunya pensiun. Kebijakan ini, untuk sementara cukup menyelesaikan masalah, karena posisi jabatan tetap terisi. 

Namun, apa yang terjadi kemudian. Seiring waktu postur organisasi akan menjadi sebagaimana gambar di samping. Di mana jumlah pegawai di low level semakin kecil, sementara, di level top dan minddle semakin banyak. Karena puncaknya tertahan, maka akan terjadi masalah bottle neck, bagian atas akan menggelembung sedangkan bagian bawah akan semakin kurus. Postur dengan kaki kecil dan terlalu berat di atas ini, secara hukum fisika (alamiah) cenderung mudah roboh.

1 komentar: