Meminjam apa kata Wikipedia, kepemimpinan adalah proses memengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Kebanyakan orang masih cenderung mengatakan bahwa pemimpin yang efektif mempunyai sifat atau ciri-ciri tertentu yang sangat penting misalnya, kharisma, pandangan ke depan, daya persuasi, dan intensitas.
Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang menyenangkan, berlaku sebagai pelayan, seperti melayani orangtua atau anak sendiri. Kata pepatah Jawa, “memangku resep tyasing sasono”, yang artinya, kita selalu membuat senang hati orang lain.
Kepemimpinan yang baik menjadikan banyak sifat Allah melebur menjadi karakter pribadi. Kebaikan akan selalu berada di sekeliling pemimpin seperti itu. Aura keindahan, keagungan dan kharisma akan terpacar di setiap langkahnya menapaki bumi. Manusia akan selalu berbaik sangka dan yang pasti ridlo Allah selalu menaungi. Sehingga, jin dan setan segan padanya. Angin, air, tanaman dan hewan menghormati, serta menghimpun kekuatannya untuk membantunya, apalagi manusia.
Kemarahan adalah salah satu nafsu, manifestasi dari kejengkelan. Sementara, kejengkelan adalah manifestasi dari ketidaksukaan, dan ketidaksukaan adalah teman dari kebencian. Kebencian adalah sumber kehancuran, karena kebaikan sebesar apa pun akan tertutupi oleh kebencian. Tak akan terjadi proses dan produk yang baik jika dasar atau suasananya adalah kebencian.
Formalitas adalah kaleng kosong, memiliki bentuk tapi tak punya isi. Dipukul menghasilkan bunyi, tapi selain suara tak ada lain yang bisa dinikmati, baik untuk orang lain bahkan untuk diri si pemukul. Sebaliknya, tanpa sebuah kaleng, susu atau koktail buah tetaplah sebuah minuman lezat, tidak peduli ditaruh dipiring, gelas atau kantung plastik saja. Jadi, berhenti lah memukul kaleng (kemarahan) jika tidak ada sesuatu yang bisa diberikan kepada orang lain. Itu sama sekali tiada berguna, bahkan untuk diri Anda sendiri. Mulai lah untuk memberikan sesuatu (substansi) yang bisa dinikmati orang lain, meski itu mengurangi milik Anda atau kenyamanan (harga diri) Anda. Yakin lah pada Allah, dia akan menggantinya. Jika itu berupa kebijakan atau keputusan, maka yakin lah Allah akan menyukainya.
Lihat lah keunggulan yang dimiliki, jangan lihat kekurangan. Karena keunggulan yang selalu diperbaiki akan melenyapkan kekurangan dengan sendirinya. Ibarat para pengrajin batu aji, mereka melihat keindahan bagian batu yang memukau, meski sebagian sisinya cacat. Mereka hanya fokus pada keindahan sisi batu itu ketika mulai menggosoknya dan mengabaikan yang cacat. Pada akhirnya, batu indah seperti yang dibayangkannya terwujud, dan bagian yang cacat pun hilang.
Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang menyenangkan, berlaku sebagai pelayan, seperti melayani orangtua atau anak sendiri. Kata pepatah Jawa, “memangku resep tyasing sasono”, yang artinya, kita selalu membuat senang hati orang lain.
Kepemimpinan yang baik menjadikan banyak sifat Allah melebur menjadi karakter pribadi. Kebaikan akan selalu berada di sekeliling pemimpin seperti itu. Aura keindahan, keagungan dan kharisma akan terpacar di setiap langkahnya menapaki bumi. Manusia akan selalu berbaik sangka dan yang pasti ridlo Allah selalu menaungi. Sehingga, jin dan setan segan padanya. Angin, air, tanaman dan hewan menghormati, serta menghimpun kekuatannya untuk membantunya, apalagi manusia.
Kemarahan adalah salah satu nafsu, manifestasi dari kejengkelan. Sementara, kejengkelan adalah manifestasi dari ketidaksukaan, dan ketidaksukaan adalah teman dari kebencian. Kebencian adalah sumber kehancuran, karena kebaikan sebesar apa pun akan tertutupi oleh kebencian. Tak akan terjadi proses dan produk yang baik jika dasar atau suasananya adalah kebencian.
Formalitas adalah kaleng kosong, memiliki bentuk tapi tak punya isi. Dipukul menghasilkan bunyi, tapi selain suara tak ada lain yang bisa dinikmati, baik untuk orang lain bahkan untuk diri si pemukul. Sebaliknya, tanpa sebuah kaleng, susu atau koktail buah tetaplah sebuah minuman lezat, tidak peduli ditaruh dipiring, gelas atau kantung plastik saja. Jadi, berhenti lah memukul kaleng (kemarahan) jika tidak ada sesuatu yang bisa diberikan kepada orang lain. Itu sama sekali tiada berguna, bahkan untuk diri Anda sendiri. Mulai lah untuk memberikan sesuatu (substansi) yang bisa dinikmati orang lain, meski itu mengurangi milik Anda atau kenyamanan (harga diri) Anda. Yakin lah pada Allah, dia akan menggantinya. Jika itu berupa kebijakan atau keputusan, maka yakin lah Allah akan menyukainya.
Lihat lah keunggulan yang dimiliki, jangan lihat kekurangan. Karena keunggulan yang selalu diperbaiki akan melenyapkan kekurangan dengan sendirinya. Ibarat para pengrajin batu aji, mereka melihat keindahan bagian batu yang memukau, meski sebagian sisinya cacat. Mereka hanya fokus pada keindahan sisi batu itu ketika mulai menggosoknya dan mengabaikan yang cacat. Pada akhirnya, batu indah seperti yang dibayangkannya terwujud, dan bagian yang cacat pun hilang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar