
Perubahan lingkungan yang drastis menyebabkan berubahnya pula kondisi
sosial ekonomi masyarakatnya. Mata pencaharian yang semula petani, berubah
menjadi petambak, dan kini tambak hilang ….. entah pekerjaan apa yang mereka
harus lakukan untuk mencari nafkah. Kekayaan dan ekonomi mereka hancur karena
bencana ini. Sosial budaya masyarakat di wilayah bencana ini juga berubah,
sangat memprihatinkan. Bahkan pada tahun 2005 dua dusun, yakni Senik dan
Tambaksari di Desa Bedono Sayung telah musnah tinggal cerita. Sebanyak 208
keluarga terpaksa kehilangan rumah tempat tinggal.
Cerita sedih mengenai abrasi di Sayung ini telah banyak diekspose oleh
media seperti Suara Merdeka, Kompas, Okezone, TVOne, dan Metrotv sejak tahun
2009. Kajiannya pun sudah banyak, baik yang dilakukan Pemerintah Kabupaten,
Provinsi, Pusat, maupun yang dilaksanakan oleh Perguruan Tinggi dan Lembaga
Swadaya Masyarakat. Meski demikian, penanganannya masih jauh dari yang
dibutuhkan.
Begitu banyak institusi yang menaruh keprihatinan kepada Demak, sementara
kita sendiri sebagai warga Demak tidak banyak tahu mengenai apa yang terjadi di
bawah bumi Demak ini. Kita juga belum pernah tuntas berhitung untung rugi dari
setiap kebijakan yang diambil dalam mengurus pesisir. Kita juga belum cukup
jauh menarawang kemungkinan yang akan terjadi pada lingkungan Demak di masa
anak cucu kita.
Wilayah pesisir adalah daerah yang paling rentan terhadap perubahan iklim.
Selain diakibatkan oleh faktor perubahan iklim global yang menyebabkan
terjadinya kenaikan muka air laut, gelombang pasang, dan abrasi, degradasi
lingkungan pesisir juga dapat diakibatkan oleh ulah manusia. Kondisi saat ini
sangat mendesak untuk dilakukan pengamanan dan rehabilitasi lingkungan. Karena
itu, paper ini diharapkan bisa memberikan rekomendasi kebijakan yang tepat bagi
penanganan degradasi lingkungan pesisir Kabupaten Demak.
Bersambung...
Bersambung...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar