Sebelum Kesultanan Demak berdiri,
para telah 20-an tahun membangun pondasi kemasyarakatan dan menyusun kekuatan
di Demak. Hal ini diawali dengan pendirian Masjid Agung Demak pada tahun 1479.
Selanjutnya, pada tanggal 28 Maret 1503 pada momen yang tepat, yaitu
setelah kekalahan Majapahit dari pasukan gabungan kadipaten-kadipaten bawahan
yang dipelopori Kadipaten Bintoro, Kesultanan Demak didirikan. Sunan Giri
sebagai wali yang paling paham tentang ilmu ketatanegaraan (beliau adalah Raja
Giri Kedaton yang sekarang berada di
Kebomas, Gresik) dipercaya oleh para wali untuk meletakkan dasar-dasar negara.
Setelah 40 hari melaksanakan tugasnya, Sunan Giri menyerahkan Kesultanan Demak
yang baru berdiri kepada Raden Fatah. Beliau, Raden Patah, dinobatkan menjadi
Sultan Bintoro pada tanggal 12 Rabiul Awal atau 12 Mulud Tahun 1425 Saka
(dikonversikan menjadi 28 Maret 1503).
Kemajuan
Demak adalah Hasil Kerja Para Ulama dan Orang-orang Berkualitas Keilmuwan
Pada masa Sultan Fatah, Kesultanan Bintoro sudah
memiliki wilayah yang luas dari kawasan induknya ke barat hingga Cirebon.
Pengaruh Demak terus meluas hingga meliputi Aceh yang dipelopori oleh Syeh
Maulana Ishak (Ayah Sunan Giri). Kemudian Palembang, Jambi, Bangka yang
dipelopori Adipati Aryo Damar (Ayah Tiri Raden Patah) yang berkedudukan di
Palembang; dan beberapa daerah di Kalimantan Selatan, Kotawaringin (Kalimantan
Tengah).
Kemajuan yang dicapai oleh Bintoro, salah satunya
adalah karena para wali selalu diposiskan di atas sultan, yaitu sebagai
penasehat dan pelaksana kebijakan. Hal ini dapat disimpulkan dari forum wali
yang diadakan secara rutin di Masjid Agung Demak dan dijadikannya Sunan Kudus
sebagai imam Masjid Agung Demak. Sementara itu, Sunan Kalijaga dalam beberapa
catatan dinyatakan membantu Sunan Gunungjati untuk memperluas pengaruh Islam
sampai ke Cirebon. Beliau juga yang meng-Islamkan adipati Pandanaran,
Kartasura, Kebumen, Banyumas, serta Pajang. Ini mengisyaratkan bahwa Sultan
Fatah mempercayai orang-orang berkualitas keilmuan tinggi untuk ikut
membesarkan kesultanan.
Kesalahan
Pertama Kesultanan Demak: Dipinggirkannya Posisi Para Wali dalam Menentukan
Kebijakan
Pada tahun 1518, Sultan Fatah mangkat, beliau
berwasiat supaya menantu beliau Pati Unus diangkat menjadi raja Demak
berikutnya. Ini adalah awal dari dipinggirkannya posisi para wali dalam
menentukan kebijakan di Demak.
Kesalahan
Kedua Kesultanan Demak: Merasa Lebih Berhak untuk Mewarisi Kekuasaan
Tidak dinyana tidak disangka, Sultan
Demak II Pati Unus hanya berkuasa selama 3 tahun, dari tahun 1518-1521. Beliau
wafat dalam perang melawan Portugis di Malaka. Sepeninggal Pati Unus, sebagian
keturunan Sultan Fatah merasa lebih berhak untuk mewarisi Kesultanan Demak
karena Pati Unus hanya menantu Raden Patah dan keturunan Pati Unus (secara
patrilineal) adalah keturunan Arab seperti keluarga Kesultanan Banten dan
Cirebon, sementara Raden Patah adalah keturunan Arab hanya dari pihak Ibu
sedangkan secara patrilineal (garis laki-laki terus menerus dari pihak ayah,
Brawijaya) adalah murni keturunan Jawa (Majapahit). Karena sebab ini lah, Raden
Abdullah putra Pati Unus yang selamat dari perang Malaka diamankan oleh
kerabatnya di Banten (tidak pulang ke Demak).
Kesalahan
Ketiga: Digunakannya Cara Kotor untuk Mendapatkan Kekuasaan
Dalam kekacauan politik paska meninggalnya Pati
Unus, terjadi perebutan kekuasaan antara dua anak lelaki mendiang Sultan Fatah
dengan Ratu Asyikah (putri Sunan Ampel), yaitu Raden Kikin (Pangeran Sedo
Lepen) dan Raden Trenggono. Pangeran Mukmin, anak tertua Raden Trenggono
mengirim orang untuk membunuh Raden Kikin. Raden Trenggono pun akhirnya naik
tahta, menobatkan dirinya sebagai Sultan.
Kesalahan
Keempat: Perpecahan Di kalangan Ulama Karena Kurang Menghargai Perbedaan
Pada masa Sultan Trenggono, mulai terjadi friksi
antar para ulama (wali). Kala itu, Sultan Trenggono mengundang Sunan Kalijaga
yang saat itu berdakwah di Cirebon, untuk pulang ke Bintoro. Beliau diberi tanah
di daerah Kadilangu. Diceritakan, suatu kali terjadi perbedaan pendapat antara
imam Masjid Agung Demak yaitu Sunan Kudus dengan Sunan Kalijaga tentang
penentuan awal Romadlon. Dalam persoalan tersebut, Sultan Trenggono memihak
Sunan Kalijaga. Merasa tersinggung, akhirnya Sunan Kudus mengundurkan diri
sebagai imam Masjid Demak dan pindah ke Kudus.
Kesalahan
Kelima: Komplikasi yang Menghancurkan
Sepeninggal Sunan Trenggono, Raden
Mukmin naik tahta. Beliau memimpin selama 3 tahun antara 1546-1549. Raden Mukmin
kurang ahli dalam berpolitik dan lebih suka hidup sebagai ulama suci dari pada
sebagai raja. Karena itu, ia memindahkan ibu kota Demak dari bintoro ke bukit
prawoto, sehingga ia dijuluki Sunan Prawoto. Menurut babad tanah Jawi ia
dibunuh oleh rangkud anak buah Arya Penangsang, putra Pangeran Kinkin yang
dibunuhnya.
Pada masa akhir Kesultanan Demak ini,
terjadi komplikasi kekacauan. Ketidakcakapan pemimpin (Sultan) menjadi salah
satu sebab. Dendam kekuasaan juga telah mempercepat kehancuran. Sementara,
keberpihakan dan gesekan antara para ulama (Sunan Kudus dengan Sunan Kalijaga)
semakin memperkeruh keadaan. Pada akhirnya, negeri Demak hancur....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar