Selaku
anggota Panitia Seleksi Penasihat KPK sepanjang Februari hingga April
lalu, kami berlima –Ahmad Syafi’i Ma’arif, Imam B. Prasojo, Slamet B.
Riyanto, Yunus Husein, dan saya sendiri, berkali-kali ikut rapat di
Lantai Tiga Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jalan Rasuna
Said, Kuningan. Di situ saya tak hanya bertemu dan bekerja dengan kelima
pimpinan maupun jurubicara KPK, melainkan juga dengan sebagian staf mudanya.
Ada beberapa hal yang membuat saya terkesan. Hampir semua komponen KPK yang sempat berkali-kali saya jumpai di lantai tiga itu –pimpinan, staf, maupun bawahan-- memancarkan bukan hanya keakraban dan kerendah-hatian, melainkan juga kualitas, integritas, serta nafas keimanan. Pimpinan KPK (Abraham Samad, Busyro Muqaddas, dan terutama Bambang Widjoyanto atau Johan Budi yang memang berkantor di lantai yang sama), rekan-rekan se-Pansel, dan staf muda KPK yang mendukung atau membantu kerja kami boleh dikata selalu shalat di awal waktu, sendiri-sendiri maupun berjamaah. Dua atau tiga kali saya ikut shalat Jum’at di ruang terbuka lantai satu, selalu dengan khatib yang tak hanya cerdas melainkan juga alim.
Tetapi ada dua hal yang paling saya sukai di Lantai Tiga Gedung KPK ini. Pertama adalah makanan ringan berupa ubi rebus, kacang rebus, dan jagung rebus segar yang selalu tersedia sepanjang rapat. Katanya itulah suguhan standar sehari-hari bagi para pimpinan KPK. Kedua adalah ruang shalat kecil berpendingin dan berdinding kaca di depan lantai beton terbuka yang menghadap langsung ke Jalan Rasuna Said –lantai beton yang disebari pot-pot besar tanaman hijau segar. Meskipun mungkin muat paling banyak lima belas orang, ruang shalat ini tertata resik dan nyaman. Terasa plong, khusyuk, dan lapang tiap kali shalat di situ.
Hingga kini saya merasa bahwa ruang shalat di Lantai Tiga Gedung KPK itu –mungkin sama seperti Masjid Sunda Kelapa di Menteng-- adalah ibarat muazzin yang selalu memanggil-manggil tanpa suara!
Ada beberapa hal yang membuat saya terkesan. Hampir semua komponen KPK yang sempat berkali-kali saya jumpai di lantai tiga itu –pimpinan, staf, maupun bawahan-- memancarkan bukan hanya keakraban dan kerendah-hatian, melainkan juga kualitas, integritas, serta nafas keimanan. Pimpinan KPK (Abraham Samad, Busyro Muqaddas, dan terutama Bambang Widjoyanto atau Johan Budi yang memang berkantor di lantai yang sama), rekan-rekan se-Pansel, dan staf muda KPK yang mendukung atau membantu kerja kami boleh dikata selalu shalat di awal waktu, sendiri-sendiri maupun berjamaah. Dua atau tiga kali saya ikut shalat Jum’at di ruang terbuka lantai satu, selalu dengan khatib yang tak hanya cerdas melainkan juga alim.
Tetapi ada dua hal yang paling saya sukai di Lantai Tiga Gedung KPK ini. Pertama adalah makanan ringan berupa ubi rebus, kacang rebus, dan jagung rebus segar yang selalu tersedia sepanjang rapat. Katanya itulah suguhan standar sehari-hari bagi para pimpinan KPK. Kedua adalah ruang shalat kecil berpendingin dan berdinding kaca di depan lantai beton terbuka yang menghadap langsung ke Jalan Rasuna Said –lantai beton yang disebari pot-pot besar tanaman hijau segar. Meskipun mungkin muat paling banyak lima belas orang, ruang shalat ini tertata resik dan nyaman. Terasa plong, khusyuk, dan lapang tiap kali shalat di situ.
Hingga kini saya merasa bahwa ruang shalat di Lantai Tiga Gedung KPK itu –mungkin sama seperti Masjid Sunda Kelapa di Menteng-- adalah ibarat muazzin yang selalu memanggil-manggil tanpa suara!
Mochtar Pabottingi